KARAWANG | RESOLUSINEWS.COM | Peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-78 yang diperingati tanggal 12 Juli 2025 dengan mengusung tema “Koperasi Maju, Indonesia Adil Makmur” menjadi momentum penting untuk menilai kembali posisi koperasi dalam perekonomian nasional.
Di tengah gempuran sistem kapitalistik dan finansialisasi ekonomi, koperasi tetap menjadi jalan tengah yang berpijak pada semangat kebersamaan, keadilan sosial, dan demokrasi ekonomi.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan berbagai tantangan serius. Salah satunya adalah maraknya koperasi simpan pinjam yang tidak sehat dan tidak menjalankan prinsip-prinsip koperasi yang sejati, khususnya di wilayah Kabupaten Karawang.
Di banyak kecamatan di Kabupaten Karawang, koperasi simpan pinjam tumbuh pesat tanpa melalui mekanisme yang benar. Banyak koperasi yang:
– Tidak pernah menyelenggarakan rapat anggota tahunan (RAT),
– Tidak transparan dalam laporan keuangan,
– Tidak memiliki pengurus dan pengawas yang sah secara kolektif,
Bahkan tak sedikit yang hanya berfungsi sebagai lembaga peminjaman uang tanpa asas kekeluargaan dan tanpa kontrol anggota.
Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Karawang, serta kurangnya penegakan hukum terhadap koperasi yang menyimpang dari prinsip dasar.
Syuhada Wisastra, yang pernah menjadi ketua koperasi di beberapa lingkungan organisasi dan juga industri, juga sebagai Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) DPD Karawang, menyatakan:
“Koperasi harus dikembalikan ke ruhnya. Bukan jadi alat bisnis rente berbaju koperasi. Pemerintah daerah jangan diam, ini menyangkut kepercayaan publik dan kesejahteraan rakyat.”Tegasnya. Minggu (13/7/2025)
Sudah terlalu sering koperasi hanya dijadikan alat untuk memperkaya pengurusnya, bukan untuk kesejahteraan anggota. Hal ini terjadi di berbagai daerah, termasuk di dunia industri, di mana simpanan anggota digunakan untuk keperluan yang tidak jelas, tidak dilaporkan dalam RAT, bahkan tidak pernah dikembalikan kepada anggota.
“Jangan sampai koperasi hanya dibentuk untuk kepentingan dan kesejahteraan pengurus saja. Itu melanggar hukum dan moralitas gotong royong yang menjadi jiwa koperasi,” tegas Syuhada Wisastra.
Di Kabupaten Karawang, banyak koperasi simpan pinjam berdiri tanpa prosedur yang sah. Tidak ada RAT, tidak ada transparansi, dan tidak ada pengawasan dari pemerintah kabupaten. Bahkan, ada koperasi yang hanya bergerak sebagai lembaga kredit berbunga tinggi tanpa memperhatikan asas kekeluargaan dan keadilan ekonomi.
“Jika dibiarkan, koperasi semacam ini akan menjadi rentenir yang legal. Pemerintah Kabupaten Karawang wajib turun tangan secara tegas, bukan sekadar mencatat angka,” ujarnya.
Belakangan ini, Pemerintah juga menggulirkan kebijakan baru berupa pembentukan Koperasi Merah Putih di tiap desa. Gagasan ini patut diapresiasi karena bertujuan menjadikan koperasi sebagai lokomotif ekonomi desa.
Namun, pelaksanaannya perlu dikawal secara ketat. Banyak Koperasi Merah Putih yang terbentuk secara administratif, namun belum memiliki struktur organisasi yang kuat, dugaan asal pilih pengurus dan minim pendampingan profesional. Tanpa pengawasan dan penguatan kapasitas, dikhawatirkan koperasi ini hanya menjadi “simbol” tanpa dampak nyata bagi masyarakat desa.
Meski banyak tantangan, koperasi yang dikelola dengan baik tetap menjadi solusi konkret untuk ekonomi rakyat. Koperasi:
-Mendorong kemandirian ekonomi masyarakat,
-Memberikan akses pembiayaan mikro yang adil,
-Memperkuat ekonomi desa, dan
-Menciptakan distribusi hasil usaha secara merata di antara anggota.
Oleh karena itu, revitalisasi koperasi tidak bisa hanya diserahkan pada masyarakat. Pemerintah memiliki peran penting sebagai fasilitator, pembina, dan pengawas.
Rekomendasi:
1. Audit menyeluruh terhadap koperasi simpan pinjam yang tidak aktif dan tidak menjalankan RAT.
2. Penertiban koperasi abal-abal yang merugikan masyarakat dan menodai semangat koperasi sejati.
3. Pendampingan profesional terhadap koperasi desa, termasuk Koperasi Merah Putih.
4. Pendidikan dan literasi koperasi untuk masyarakat dan aparatur desa.
5. Digitalisasi dan transparansi koperasi, agar mudah diawasi publik dan pemerintah.
Semangat Harkopnas ke-78 harus menjadi pemicu reformasi koperasi Indonesia. Koperasi bukan sekadar badan usaha, melainkan instrumen keadilan sosial dan penguatan ekonomi rakyat. Namun koperasi hanya akan maju jika disertai niat baik, tata kelola yang jujur, dan keberanian pemerintah untuk menegakkan disiplin organisasi.
Dengan penguatan pengawasan dan pemberdayaan koperasi sejati—termasuk di desa-desa—Indonesia bisa menuju cita-cita besarnya: adil dan makmur, bukan hanya dalam slogan, tapi nyata dirasakan oleh rakyat.*** ( red )