JAKARTA | RESOLUSINEWS.COM | Reformasi perpajakan di Indonesia menghadapi jalan terjal, bukan semata karena kendala teknis, tapi karena politik anggaran yang masih elitis dan sentralistik. Pembahasan anggaran kerap berlangsung tertutup dan sarat transaksi kekuasaan. Pajak sebagai sumber utama pembangunan justru minim dukungan politik. Para elite lebih gemar memperdebatkan belanja ketimbang serius mencari cara meningkatkan penerimaan secara adil.
Akibatnya, proyek besar seperti sistem coretax berjalan setengah hati. Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak seolah bekerja sendiri, tanpa sokongan nyata dari parlemen atau kepala daerah. Ketika reformasi menyentuh kelompok ekonomi yang kuat secara politik, resistensi kerap muncul.
Tantangan lain datang dari internal: integritas dan kapasitas SDM perpajakan. Kasus pegawai pajak bergaya hidup mewah menambah erosi kepercayaan publik. Dalam situasi seperti ini, investasi teknologi secanggih apa pun tidak akan efektif tanpa transformasi budaya kelembagaan.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Pertama, reformasi pajak harus menjadi agenda politik nasional. Presiden, DPR, dan pemerintah daerah harus berada dalam satu barisan. Tanpa konsensus ini, kita akan terus terjebak dalam jebakan pendapatan menengah.
Kedua, integrasi data lintas lembaga harus dipercepat. Coretax perlu terkoneksi dengan sistem OSS, perbankan, fintech, hingga sektor informal demi menciptakan peta wajib pajak yang utuh dan akurat.
Ketiga, penguatan SDM pajak tak bisa ditawar. Tak hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari segi integritas, keberanian menindak pelanggaran, dan perlindungan hukum bagi pegawai yang bekerja profesional.
Keempat, komunikasi publik harus berubah. Pajak harus dibicarakan dalam bahasa yang membumi—sebagai kontribusi untuk keadilan sosial dan pembangunan nasional. Edukasi pajak perlu pendekatan partisipatif, bukan sekadar kampanye simbolik.
Dalam jangka panjang, teknologi hanyalah alat. Tanpa keberanian politik membenahi fondasi sistem perpajakan, coretax hanya akan jadi monumen digital: canggih, mahal, tapi gagal menjawab akar masalah.
( Detik.com )