JAKARTA | RESOLUSINEWS.COM | Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, mengaku bingung atas munculnya gugatan terhadap pasal yang mengatur hak partai politik dalam melakukan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap anggota DPR. Ia menilai mekanisme PAW dalam Undang-Undang MD3 sudah sesuai dengan konstitusi.
Habiburokhman menyoroti adanya dua gugatan dengan substansi serupa yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan PAW anggota DPR.
“Saya bingung juga kok bisa ada dua permohonan dengan konstruksi yang hampir sama. Apakah ada yang menggerakkan mereka?” ujar Habiburokhman saat dihubungi, Rabu (23/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa mekanisme PAW diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), dan sesuai dengan Pasal 22E ayat (4) UUD 1945.
“Pasal tersebut menyebutkan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik,” ujarnya.
Menurut Ketua Komisi III DPR itu, dalam praktiknya masyarakat memang memilih partai politik terlebih dahulu, baru kemudian memilih calon legislatif (caleg).
“Faktanya pemilih memang memilih partainya dahulu, baru kemudian calegnya,” lanjutnya.
Habiburokhman juga menilai usulan agar PAW dilakukan melalui pemilu ulang di daerah pemilihan (dapil) sebagai hal yang aneh. Sebab, menjadi anggota DPR mensyaratkan keanggotaan dalam partai politik.
“Untuk jadi anggota DPR dan DPRD, caleg harus menjadi anggota partai. Aneh kalau partai tidak memiliki kewenangan terhadap anggota legislatifnya,” tegasnya.
Ia pun mengkritik pihak-pihak yang mencoba membenturkan posisi anggota DPR dengan partai politiknya.
“Berhentilah memecah belah antara anggota DPR dan partainya dengan mengatasnamakan aspirasi rakyat. Partai tidak dipertentangkan dengan rakyat, justru partai adalah cerminan rakyat,” pungkasnya.
Dua Gugatan Terkait PAW Diajukan ke MK
Sebelumnya, dua gugatan telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan partai politik dalam melakukan PAW anggota DPR.
Gugatan pertama diajukan oleh Chindy Trivendy Junior, Halim Rahmansah, Insan Kamil, Muhammad Arya Ansar, dan Wahyu Dwi Kanang, dengan nomor perkara 41/PUU-XXIII/2025. Mereka meminta MK menghapus Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3, yang mengatur hak partai untuk melakukan recall terhadap anggota DPR. Para pemohon menilai ketentuan tersebut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan representasi rakyat.
Sementara itu, gugatan kedua diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dengan nomor perkara 42/PUU-XXIII/2025. Ia menggugat lima pasal dalam UU MD3 serta satu pasal dalam UU Pemilu yang juga berkaitan dengan mekanisme PAW.
( Detik.com )