JAKARTA | RESOLUSINEWS.COM | Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuntut Universitas Harvard untuk meminta maaf setelah menolak tuntutan pemerintahannya terkait penanganan aksi demonstrasi pro-Palestina di kampus. Tuntutan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam konferensi pers pada Selasa (15/4/2025).
“Presiden menegaskan bahwa Harvard harus mengikuti kebijakan federal. Ia juga ingin Harvard meminta maaf,” ujar Leavitt, dikutip dari BBC, Rabu (16/4).
Trump sebelumnya mengirimkan surat resmi kepada Harvard pada Jumat (11/4), berisi 10 tuntutan yang diklaim sebagai upaya memberantas antisemitisme di lingkungan kampus. Di antaranya:
Melaporkan mahasiswa yang dianggap “memusuhi nilai-nilai Amerika” ke pemerintah federal.
Menjamin keberagaman sudut pandang di setiap departemen akademik.
Menggunakan auditor eksternal yang disetujui pemerintah untuk meninjau program yang dinilai antisemit.
Memeriksa staf pengajar atas dugaan plagiarisme.
Namun, tuntutan tersebut ditolak oleh Presiden Harvard, Alan Garber. Ia menilai sebagian besar permintaan itu melanggar independensi akademik dan kebebasan berbicara yang dijamin dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS.
“Meskipun beberapa poin ditujukan untuk memerangi antisemitisme, sebagian besar merupakan bentuk intervensi langsung pemerintah terhadap kebebasan intelektual di Harvard,” kata Garber.
Penolakan itu membuat Trump merespons keras. Ia langsung membekukan dana hibah federal sebesar USD 2,3 miliar (setara Rp 38,6 triliun) dan mengancam mencabut status bebas pajak Harvard.
“Harvard bisa kehilangan status bebas pajak dan dikenai pajak sebagai entitas politik jika terus mempromosikan ‘penyakit’ ideologis yang menginspirasi terorisme,” tulis Trump dalam unggahan di Truth Social.
Ia menegaskan kembali bahwa status bebas pajak hanya berlaku jika lembaga bertindak untuk “kepentingan umum”.
(Detik.com )