RESOLUSINEWS.COM – Perwakilan Rusia dan Ukraina dijadwalkan bertemu pada Jumat (16/5/2025) di Istana Dolmabahce, Istanbul, Turki, dalam pertemuan damai langsung pertama sejak lebih dari tiga tahun terakhir.
Dialog ini berlangsung di tengah tekanan internasional, khususnya dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mendorong diakhirinya konflik bersenjata paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.
“Perang ini telah berlangsung terlalu lama dan menelan terlalu banyak korban. Saatnya kedua pihak duduk bersama dan mencari jalan damai,” kata Presiden Trump dalam pernyataan resminya di Washington, Kamis (15/5/2025).
Pertemuan ini dipandang sebagai langkah diplomatik signifikan setelah perundingan terakhir antara kedua negara berlangsung pada Maret 2022, saat tahap awal invasi Rusia ke Ukraina.
Namun, optimisme terhadap hasil perundingan kembali meredup setelah Trump menyatakan bahwa tidak akan ada kemajuan berarti tanpa keterlibatannya secara langsung dalam dialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Tidak akan ada hasil nyata jika saya dan Putin tidak berbicara langsung. Dunia membutuhkan penyelesaian yang nyata, bukan simbolis,” ujar Trump.
Mengutip laporan Reuters, sumber dari Kementerian Luar Negeri Turki menyebutkan bahwa pertemuan pertama akan digelar antara pejabat Turki, Amerika Serikat, dan Ukraina pada pukul 07.45 GMT (14.45 WIB), disusul dengan pembicaraan antara delegasi Turki, Rusia, dan Ukraina pada pukul 09.30 GMT (16.30 WIB).
Presiden Vladimir Putin sebelumnya mengusulkan pembicaraan langsung dengan Ukraina di Turki. Namun, ia menolak ajakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk hadir secara pribadi dan memilih mengirimkan delegasi tingkat menengah sebagai wakil resmi Moskow.
Delegasi Rusia dipimpin oleh penasihat Kremlin, Vladimir Medinsky, serta melibatkan wakil menteri pertahanan, wakil menteri luar negeri, dan kepala dinas intelijen militer (GRU).
Sementara itu, delegasi Ukraina dipimpin oleh Menteri Pertahanan Rustem Umerov, dengan anggota delegasi mencakup wakil kepala dinas intelijen, wakil kepala staf umum militer, dan wakil menteri luar negeri.
Menanggapi ketidakhadiran Putin, Presiden Zelensky menyebut keputusan tersebut sebagai tanda bahwa Moskow tidak serius dalam mencari solusi damai.
“Keputusan Putin untuk tidak hadir dan hanya mengirim tim dekoratif menunjukkan bahwa ia tidak berniat sungguh-sungguh mengakhiri perang ini,” ujar Zelensky.
Sebaliknya, pihak Rusia menuding Ukraina menciptakan “tontonan” seputar proses perundingan dan menyebut pertemuan ini sebagai kelanjutan dari dialog yang sempat digelar di Istanbul pada awal invasi.
Situasi saat ini dinilai jauh berbeda dibanding tahun 2022. Jika pada masa awal invasi Ukraina berada di bawah tekanan militer besar, kini Kyiv menolak syarat-syarat yang diajukan Moskow, termasuk pengurangan besar kekuatan militer, penyerahan wilayah, serta pengabaian aspirasi untuk bergabung dengan NATO.
Di sisi lain, Rusia saat ini menguasai hampir seperlima wilayah Ukraina dan tetap berpegang pada tuntutan lamanya: pengakuan atas aneksasi wilayah yang dikuasai, penolakan terhadap keanggotaan Ukraina di NATO, dan komitmen untuk bersikap netral secara permanen.
Pemerintah Ukraina menolak tegas syarat-syarat tersebut dan menilai bahwa menerimanya sama dengan menyerah secara sepihak. Kyiv justru menuntut adanya jaminan keamanan jangka panjang dari negara-negara besar, terutama Amerika Serikat. (SZ)