(55) 445 521 455

Mon - Sat 8.00 - 17.00

Denver, Colorado

UNESCO Tetapkan Naskah Sunda Kuno dan Karya Hamzah Fansuri sebagai Warisan Dokumenter Dunia

JAKARTA | RESOLUSINEWS.COM | Dewan Eksekutif Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan naskah Sunda kuno Sang Hyang Siksa Kandang Karesian dan karya-karya Hamzah Fansuri sebagai bagian dari 74 nominasi Register Memory of the World (MoW) periode 2024–2025. Penetapan ini diajukan oleh Komite Penasihat Internasional MoW UNESCO.

Mengutip dari Antara, Senin (14/4), Perpustakaan Nasional menyatakan bahwa penetapan tersebut dilakukan dalam Sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-221 di Paris, Prancis, pada Jumat (11/4).

Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian, yang kini disimpan di Perpustakaan Nasional dengan nomor registrasi L 630, merupakan naskah Sunda kuno dari abad ke-16. Naskah ini, yang berarti “Ajaran Suci bagi Masyarakat dari Kalangan Resi”, dinilai memiliki signifikansi universal karena memuat ajaran moral masyarakat Sunda yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan integritas.

Ditulis pada tahun 1518, naskah tersebut menggambarkan dinamika sosial, politik, dan ekonomi masyarakat Sunda serta hubungannya dengan bangsa lain pada abad ke-16. Ia juga menyoroti pentingnya peran juru bahasa asing, yang disebut jurubasa darmamurcaya, dalam menjalin komunikasi antarbangsa.

Kepala Perpustakaan Nasional, E. Aminudin Aziz, menyampaikan bahwa pihaknya mengajukan naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian ke register internasional MoW sebagai nominasi tunggal dari Indonesia.

Siapa Hamzah Fansuri?

Sementara itu, pengajuan karya-karya Hamzah Fansuri dilakukan bersama oleh Perpustakaan Nasional RI dan Perpustakaan Negara Malaysia.

Hamzah Fansuri adalah tokoh penting yang berkontribusi besar terhadap perkembangan budaya dan pemikiran Melayu pada akhir abad ke-16. Ia dikenal sebagai pelopor penulisan akademis sistematis dalam bahasa Melayu serta tokoh awal yang meletakkan dasar-dasar perdebatan ilmiah keagamaan di wilayah Indonesia dan Malaysia.

Selain itu, Hamzah Fansuri dianggap sebagai salah satu pionir penggunaan bahasa Melayu dalam puisi dan prosa. Karya-karyanya, yang populer di seluruh Nusantara, berpengaruh besar dalam perkembangan sastra Melayu sejak abad ke-17 dan menjadi cikal bakal sastra modern Indonesia dan Malaysia.

Terjemahan karyanya dapat ditemukan di berbagai wilayah seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jawa, Bima, Makassar, serta Semenanjung Malaya dan Singapura.

“Saya berharap dengan ditetapkannya naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian dan karya-karya Hamzah Fansuri sebagai bagian dari Memory of the World, karya-karya ini dapat lebih dikenal oleh generasi masa kini dan mendatang,” ujar Aminudin.

“Karena itu, para pemangku kepentingan perlu menyusun program-program yang menjamin kelestarian dokumen, melakukan promosi, serta memastikan pewarisan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” tambahnya.

Lima Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Memory of the World

Pada periode 2024–2025, Pemerintah Indonesia mendaftarkan lima warisan dokumenter sebagai bagian dari program Memory of the World, menjadikan total 16 warisan dokumenter Indonesia yang kini terdaftar sebagai bagian dari ingatan kolektif dunia.

Lima warisan dokumenter yang didaftarkan adalah:

1. Arsip Tarian Jawa: Tarian khas Mangkunegaran periode 1861–1944, diajukan oleh Pura Mangkunegaran dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Karya ini juga telah terdaftar dalam program Memori Kolektif Bangsa ANRI tahun 2023.

2. Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian, diajukan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

3. Karya-karya Hamzah Fansuri, diajukan bersama oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan Perpustakaan Negara Malaysia.

4. Surat-surat dan Arsip Kartini, diajukan bersama oleh ANRI, National Archives of Netherlands, dan Leiden University Library.

5. Arsip Lahirnya ASEAN: Dokumen pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) periode 1967–1976, diajukan bersama oleh ANRI, National Archives of Malaysia, National Archives of Singapore, dan Thai Film Archives.

 

(Detik.com)

Bagikan Artikel

Berita Pilihan

Artikel Lainnya