JAKARTA | RESOLUSINEWS.COM | Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, menanggapi gugatan terhadap pasal yang mengatur hak partai politik melakukan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Menurutnya, gugatan tersebut tidak tepat dan kurang relevan.
“Saya memandang bahwa gugatan yang disampaikan tersebut mungkin belum pas, karena pada hakikatnya anggota dewan adalah perwakilan partai politik yang duduk di lembaga legislatif,” kata Eddy kepada wartawan, Selasa (22/4/2025).
Eddy menegaskan bahwa anggota dewan tidak dapat dipisahkan dari partai politik yang mengusungnya. “Dia mewakili parpol, diusung, didaftarkan oleh parpol, dan kemudian menjalankan tugas-tugas yang diamanatkan oleh parpolnya di lembaga legislatif. Jadi, dia merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari parpol,” jelasnya.
Ia pun menilai bahwa partai memiliki hak penuh untuk melakukan PAW terhadap anggotanya di parlemen. “Oleh karena itu, merupakan hak dan wewenang parpol untuk melakukan pergantian, mencabut keanggotaan, maupun hal-hal lainnya terkait dengan kinerja dan eksistensi anggota dewan di legislatif,” ujarnya.
“Jadi saya pikir, karena hak ini melekat dari parpol kepada anggota dewan, maka hal itu tidak bisa dipisahkan. Usulan pemilihan kembali menjadi tidak relevan, karena parpol lah yang menunjuk calon anggota dewan untuk kemudian menjadi caleg di dapil masing-masing,” tambahnya.
Dari pantauan detikcom di situs Mahkamah Konstitusi, Selasa (22/4/2025), terdapat dua gugatan terkait hak PAW anggota DPR oleh partai politik. Gugatan pertama diajukan oleh Chindy Trivendy Junior, Halim Rahmansah, Insan Kamil, Muhammad Arya Ansar, dan Wahyu Dwi Kanang. Gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 41/PUU-XXIII/2025.
Gugatan kedua diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dengan nomor registrasi 42/PUU-XXIII/2025. Kedua gugatan tersebut sama-sama mempersoalkan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).
Dalam gugatan nomor 41, Chindy dan kawan-kawan meminta Mahkamah Konstitusi menghapus Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3. Mereka menilai hak recall atau penggantian anggota DPR oleh partai yang diatur dalam pasal tersebut tidak lazim dalam sistem demokrasi dan bertentangan dengan prinsip representasi rakyat.
Sementara itu, Zico dalam gugatan nomor 42 menggugat setidaknya lima pasal dalam UU MD3 serta satu pasal dalam UU Pemilu.
(Detik.com)